Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Inilah Film-Film Indonesia Yang Penuh Kontroversi
Tak sedikit film Indonesia yang menuai kontroversi. Ini dia film-film itu.
Quote:Sudah semestinya dan hal yang wajar apabila film menjadi sebagai salah satu medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Representasi itu mewujud dalam sebuah cerita. Proses pembuatan cerita atau naratf ini tentu juga dibikin berdasarkan dan dipengaruhi imajinasi kreatornya.
Apapun jenisnya, entah itu film dokumenter yang merupakan gambaran nyata atas kehidupan nyata (non-fiksi) maupun film fiksi, imajinasi si kreator pasti punya andil atas hasil akhir film. Tak heran pula jika banyak sutradara yang berlomba-lomba untuk menciptakan sebuah karya film yang bisa mencuri perhatian publik.
Mereka mengulik berbagai potensi cerita. Mulai dari tema kehidupan anak-anak, cerita sukses seorang tokoh publik, cerita pembunuhan hingga isu agama yang terkadang bisa memicu perdebatan di negeri ini. Eksesnya kadang merugikan bagi pembuat film dan filmnya sendiri. Ada yang batal tayang, ditarik dari pemutaran di bioskop, ada juga yang sampai menimbulkan protes berbuntut tindak kekerasan, dan sebagainya.
Muvila mencatat beberapa film Indonesia pasca kebangkitannya dari tidur panjang pada tahun 1998 yang memancing perdebatan sehingga jadi kontroversi di khalayak ramai.
Spoilerfor CINTA TAPI BEDA:
Film yang aslinya disutradarai secara tunggal oleh Hestu Saputra ini beberapa hari terakhir ramai dibicarakan. Sebab-musababnya adalah cerita Cinta Tapi Beda yang membawa isu beda agama dalam kisah asmara. Diperankan oleh Agni Prastisa (sebagai Diana yang beragama Katholik) dan Reza Nangin (sebagai Cahyo yang merupakan seorang muslim), film ini harus rela dicekal setelah mendapat protes keras dari tiga kelompok suku Minang.
Cinta Tapi Beda dianggap telah melecehkan suku Minang yang dikenal taat menganut ajaran agama Islam. Oleh karena itu sutradara, produser dan pemain film tersebut diadukan ke polisi dengan ancaman jeratan hukum tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hal tersebut memaksa Hanung Bramantyo dan produser Raam Punjabi untuk menghentikan pemutaran film bertemakan cinta berbeda agama itu dari beberapa bioskop di daerah sejak 7 Januari kemarin. Padahal, sejak tayang perdana pada 27 Desember 2012 lalu, film drama romantis ini sukses meraup jumlah penonton sebanyak lebih dari 157 ribu orang. Di Jakarta sendiri sampai hari ini, Cinta Tapi Beda masih diputar di 11 bioskop.
Spoilerfor JAGAL (THE ACT OF KILLING):
Film dokumenter The Act of Killing ini bukan murni produksi Indonesia memang. Namun salah satu sutradaranya merupakan pembuat film Indonesia yang sengaja dibuat anonim identitasnya. Film ini memang mengandung bahaya dan ancaman protes. Sebab subjek yang kehidupannya dituturkan dalam film dokumenter ini merupakan para algojo yang pernah membunuh para kader dan simpatisan PKI di era 1965 ke atas.
Di balik sisi kontroversinya, film dokumenter garapan Joshua Oppenheimer tersebut sempat tayang di ajang bergensi Toronto International Film Festival (TIFF) 2012 pada September lalu. Sineas ternama dunia, seperti Werner Herzog dan Errol Morris, juga terkesan dan memberikan komentar positif terhadap film tersebut.
Namun di Indonesia, protes yang dilayangkan oleh Pemuda Pancasila, salah satu organisasi masyarakat, kepada harian Radar Bogor yang telah memberitakan film dokumenter ini berbuntut pahit. Wakil Pemimpin Redaksi Radar Bogor terkena bogem mentah anggota Pemuda Pancasila.
Spoilerfor MURSALA:
Lain lagi dengan film Mursala yang disutradarai oleh Viva Westi ini. Kisahnya yang mengangkat tentang budaya batak ini bertutur soal 70 marga yang berbeda dan tidak boleh menikah sampai sekarang. Sayangnya, bahkan sebelum dirilis, film tersebut harus rela digagalkan rencana penayangannya di bioskop.
Yang mengagalkan adalah Direktorat Pengembangan Industri Perfilman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pemerintah melarang film yang produksi Raj's Production ini untuk tayang di bioskop. Hal tersebut dilakukan karena adanya pelaporan dari Pengurus Pusat Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga (MBPPS), Tapanuli Tengah.
Walhasil, pelarangan film yang dibintangi oleh Rio Dewanto dan Titi Sjuman ini membuat produser Anna Sinaga geram. Ia pun mempertanyakan keputusan atas pencekalan filmnya tersebut. Pasalnya Anna sendiri telah mendapatkan ijin dari Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, SH. M. Hum. Kita pun gagal mendengarkan lagu “Mursala” yang khusus diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals untuk mengisi soundtrack film ini.
Spoilerfor SUSTER KERAMAS:
Selanjutnya adalah Suster Keramas (2009). Film produksi Maxima Pictures itu menuai kontroversi, karena salah satu pemainnya, Rin Sakuragi merupakan salah satu artis porno di Jepang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera bertindak dan kemudian mencekal film tersebut. Alasannya, Suster Keramas dapat merusak moral bangsa, karena hanya mengumbar keseksian wanita cantik dan adegan vulgar saja dibandingkan dengan isi ceritanya.
Film Suster Keramas sendiri mengisahkan tentang seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang sedang mencari saudaranya yang dulu berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. Dari situlah kemudian cerita film ini mengalir. Kejadian-kejadian aneh lainnya terjadi.
Film yang melahirkan kontroversi lain adalah Dendam Pocong (2006). Film horor yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo ini dilarang beredar dan tidak mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurut lembaga ini, Dendam Pocong bernuansa sangat sadis dan banyak mengandung unsur SARA.
Inilah pertama kalinya sebuah film ditolak oleh LSF pasca reformasi tahun 1998. Alasan penolakan terhadap Dendam Pocong adalah adanya kekhawatiran bahwa film itu berpotensi untuk “membuka luka lama”. Film yang dibintangi oleh Dwi Sasono dan Kinaryosih ini dinilai LSF telah menampilkan adegan pemerkosaan yang brutal dan tidak layak tonton. Dendam Pocong memang mengambil latar peristiwa kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Cina ketika kerusuhan tahun 1998.
Tentu saja hal tersebut membuat Rudy kecewa. Namun ia tak patah arang, dan membuat Pocong 2. Di sini, ia berkompromi demi menyiasati gunting sensor. Usahanya membuahkan hasil. Film Pocong 2 berhasil dirilis pada 28 Desember 2006. Tentu saja judul film Pocong 2 jadi terasa sedikit aneh, mengingat prekuelnya tidak pernah beredar. Tapi nyatanya film berdurasi 90 menit yang didistribusikan oleh Sinemart ini cukup laris manis.
Dalam Pocong 2, Kinaryosih tidak lagi bermain. Posisinya digantikan Revalina S. Temat. Film ini juga dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman, Henidar Amroe, dan Risty Tagor. Dwi Sasono menjadi satu-satunya pemain Dendam Pocong yang berakting di sekuelnya ini. Skenario Pocong 2 ditulis oleh Monty Tiwa, yang juga menggarap skenario film Dendam Pocong.
Spoilerfor BURUAN CIUM GUE:
Pada tahun 2004, Buruan Cium Gue jadi topik panas. Film drama remaja yang dibintangi oleh Masayu Anastasia, Tomy Kurniawan dan Hengky Kurniawan ini diprotes oleh ulama terkenal, Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar), dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat. Aa Gym menilai film ini memuat ajakan untuk berzinah.
Mereka menganggap bahwa adegan ciuman antara Masayu Anastasia dan Hengky Kurniawan sangat tidak patut untuk dipertontonkan. Lembaga Sensor Film dan produser Raam Punjabi pun langsung tanggap dengan mencabut film itu dari peredaran.
Namun polemik tidak berhenti begitu saja. Sekelompok seniman, wartawan, intelektual yang bergabung dalam Ekspresi (Eksponen Pendukung Kebebasan Berekspresi) menentang tindakan Aa Gym dan Raam Punjabi itu. Akhirnya, film produksi Multivison Plus yang aslinya berasal dari sebuah sinetron remaja ABG ini diedarkan kembali pada Maret 2005. Kali ini judulnya berubah menjadi Satu Kecupan.
Spoilerfor ? (TANDA TANYA):
Film tahun 2011 ini dinilai beberapa kalangan telah menggambarkan umat Islam yang gemar melakukan kekerasan dan menyudutkan Islam secara negatif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap Hanung Bramantyo, sutradara film ini, telah menyebarkan paham pluralisme yang diharamkan oleh Islam. MUI sendiri memang sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan plurarisme agama.
Alhasil, Hanung dinilai telah menjadi murtad alias keluar dari Islam. "Yang diharamkan itu adalah paham pluralisme agama. Bahkan menganut paham itu haram, bisa disebut murtad atau keluar dari agama. Karena pluralisme agama itu meyakini semua agama benar. Dan di dalam film ? (Tanda Tanya), paham itu yang dia (Hanung, red) propagandakan," ungkap KH Cholil Ridwan, Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat, seperti dikutip dari Waspada.
Bahkan, MUI sampai merekomendasikan Hanung untuk merevisi film yang dibintangi oleh Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, dan Rio Dewanto ini.
Spoilerfor LASTRI:
Baru menghasilkan 12 scene, syuting film arahan Eros Djarot ini dilarang secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Larangan ini muncul lantaran protes dari sekelompok orang yang mengaku anti-komunis. Mereka merasa keberatan terhadap film yang menurut mereka ‘disusupi ideologi komunisme’ ini. Padahal menurut Eros Djarot, Lastri yang kisahnya tentang seorang anggota Gerwani ini bertemakan soal cinta, sejarah dan perjuangan hidup perempuan di pusaran politik tahun 1960-an.
Kabarnya, izin syuting dari Jakarta sudah didapat. Namun, ketika kru meminta izin lapangan pada otoritas pemerintah setempat, yang terjadi kemudian adalah pelarangan proses syuting. Malah sudah ada intimidasi berupa surat kaleng dan ancaman kekerasan fisik di lapangan ketika syuting.
Pada akhirnya, proses syuting ini benar-benar terhenti bukan hanya karena larangan dari pemerintah daerah. Tapi, juga akibat Marcella Zalianty, yang berperan utama sebagai Lastri, ditahan oleh polisi atas kasus penganiayaan.
Spoilerfor MAAF, SAYA MENGHAMILI ISTRI ANDA:
Gara-gara kemiripan nama tokoh dalam kisahnya, film Maaf, Saya Menghamili Istri Anda (2008) ini diprotes oleh marga Simamora. Meski nama rekaan, namun Lamhot Simamora dan istrinya, Mira, rupanya ada di dunia nyata. Tak pelak, Lamhot Simamora, yang bekerja di Tanahabang, dan istrinya yang juga bernama Mira menilai bahwa karakter tokoh Lamhot Simamora di film garapan Monty Tiwa ini dapat memberikan konotasi negatif bagi marga Simamora.
Seperti dikutip dari Tabloid Bintang, Marulam Simamora, ketua Persatuan Keluarga Simamora se-Indonesia, menyatakan, “Saat tahu ada nama Simamora dalam film ini sebenarnya kami tak masalah. Tetapi begitu kami tahu karakternya seperti itu, muncul protes dari anggota keluarga Simamora di berbagai tempat. Karena itu kami mengambil tindakan ini.”
Monty Tiwa sendiri terkejut atas kemiripan ini dan mengaku tak ada rekayasa. Semua kemiripan ini hanya kebetulan, katanya. Ia juga sudah meminta maaf.
Spoilerfor PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN:
Satu lagi film karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi. Kisah yang disampaikan oleh Perempuan Berkalung Sorban (2009) dituding beberapa kalangan ini menyesatkan dan menyebarkan fitnah terhadap Islam. Salah satu yang memprotes film ini adalah Ali Mustofa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta.
Ia menilai dialog antara Anissa (diperankan Revalina S.Temat) yang dilarang ayahnya, Kyai Hanan (diperankan Joshua Pandelaki), untuk bersekolah di Yogyakarta tak sesuai hadist Nabi Muhammad SAW. "Jangan kamu larang budak-budak wanita kamu untuk datang ke masjid. Ke masjid dalam rangka untuk beribadah dan dalam rangka untuk belajar," jelas Ali, seperti dikutip dari SCTV.
Namun, Ali sendiri mengaku tidak menonton dan malah berniat tak akan melihat film Perempuan Berkalung Sorban.
Spoilerfor DEMI UCOK:
Film arahan Sammaria Simanjuntak ini tak sampai menciptakan polemik panas seperti film-film yang sudah disebutkan sebelumnya. Hanya saja, poster film Demi Ucok yang mengantongi delapan nominasi di Festival Film Indonesia (FFI) 2012 itu tidak lulus sensor. Apa sebabnya?
Rupanya, LSF menilai gambar kaki yang menginjak kepala dan tulisan ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’ di poster ini tidak pantas dan tidak sopan. Terang saja para pihak PT Kepompong Gendut dan Royal Cinema Multimedia yang memproduksi film ini jadi kesal.
Soalnya, keputusan tidak lolos sensor ini terlalu mepet dengan jadwal rilis Demi Ucok di bioskop. Padahal, dalam desain poster yang dilarang itu memuat semua nama co-producer. Sehingga, kalau harus direvisi akan memakan banyak waktu lagi.
Spoilerfor PENJARA DAN NIRWANA (PRISON AND PARADISE):
Film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto ini juga tidak mendapat Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) dari LSF. Walhasil, film ini tak boleh diputar untuk publik di wilayah hukum Indonesia. Penyebab larangan ini adalah kisah film dokumenter ini yang memuat wawancara dengan para pelaku bom Bali, seperti Mukhlas, Imam Samudra dan Amrozi.
Dalam film ini, para pelaku bom Bali terang-terangan mengatakan pendapat mereka soal ajaran Islam terhadap jihad, serta menceritakan tentang pengeboman. Tak pelak, film ini pun dinilai LSF mengandung banyak dialog propaganda yang menyesatkan dan dapat memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda Islam Indonesia.
Terbitnya pelarangan terhadap Penjara dan Nirwana ini berimbas pada statusnya di Festival Film Indonesia (FFI) 2011. Saat itu, film ini memang jadi salah satu nominator di FFI untuk kategori film dokumenter. Maka, nominasinya dicabut. Bahkan, pemutaran keliling film ini ke 37 kota di Indonesia pun terhenti. Baru sampai di kota yang ke-17, film Penjara dan Nirwana dilarang untuk diputar oleh pihak kepolisian.
Namun Rudi berhasil menyiasati pelarangan ini. Ia beberapa kali berhasil memutar film ini untuk publik di dalam pusat kebudayaan milik kedutaan negara lain, yang notabene memang bukan menjadi wilayah hukum Indonesia. Penjara dan Nirwana berhasil memenangkan Director Guild of Japan Award dari Yamagata Documentary Film Festival 2011 di Jepang dan menjadi Film Terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2010 di Yogyakarta. Penasaran pada film dokumenter ini? Ini trailer-nya.
sumbernya nih gan http://www.muvila.com/read/film-indo...kontroversinya
Lagu Lainnya...
Anda Disini > Home >
Berita Film
> Daftar Film Indonesia yang Penuh dengan Kontroversi